Indoisme – Berita terkini, semua informasi mengenai Indonesia

Melihat Perempuan dari 5 Buku Ini

Buku adalah sumber. Pengalaman adalah guru. Keahlian dan ilmu adalah alat. Gabungan semuanya dalam satu bentuk merupakan sarana untuk belajar secara cepat. Buku tentang perempuan sejatinya adalah sarana berkomunikasi antar perempuan sekaligus wadah berbagi ilmu dan pengalaman dari satu perempuan ke perempuan lainnya. Tidak banyak buku yang membahas mengenai perempuan. Sosok perempuan lebih banyak diceritakan sebagai makhluk kelas dua alih-alih tokoh utama yang berdaya dan digdaya. Berikut ini rekomendasi buku bacaan yang membahas mengenai perjuangan perempuan.

1. Sebelum Perempuan Bercinta

Sebelum Perempuan Bercinta./Copyright Endah

Buku yang ditulis dengan gaya bahasa yang gamblang dan tidak bertele-tele. Semua bermula ketika sistem pengetahuan dan norma masyarakat menanggap tubuh perempuan adalah tabu sehingga membuat perempuan merasa asing dan mau dengan tubuhnya sendiri. Segala macam mitos membelenggu potensi perempuan untuk mengenal dirinya dan berdaya. Seolah tubuh perempuan bukan miliknya sendiri melainkan milik suaminya, keluarga bahkan keluarganya. Dea Safira sebagai penulis buku ini menjawab semua kegelisahan dan pertanyaan perempuan terhadap tubuh mereka masing-masing. Kenapa tubuhku merasakan sesuatu saat terstimulasi? Sebuah pertanyaan remeh tapi menjadi hantu di pikiran setiap perempuan. Jawaban-jawaban Dea yang cerdas seolah menuntun perempuan untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.

Pertanyaan seperti kenapa perempuan masturbasi? Kenapa keluar cairan dari vagina? Mengapa perempuan terangsang? Semua pertanyaan tersebut dijabarkan dan dijawab tanpa penghakiman dari Dea sebagai penulis buku ini. Bukankah penerimaan dan pewajaran adalah langkah awal dari belajar sesuatu? Semua perempuan berhak mengetahui dirinya untuk kemudian mencintai dirinya sebelum memahami dan mencintai orang lain. Konsep consent yang dipaparkan Dea dalam buku ini ditujukan untuk perempuan agar membangun batasan sehingga ada kesadaran yang tumbuh saat mengambil segala jenis keputusan tanpa pemaksaan, termasuk keputusan untuk berhubungan seksual. Oleh karena itu, penting bagi setiap perempuan untuk memahami dirinya sendiri dan mengenalinya seperti sahabat dekat sebelum mereka mengenal orang lain.

2. Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan

Ketika perempuan dipaksa untuk tunduk dan patuh tanpa tapi. Bagaimana rasanya ketika perempuan dituntut sebagai anak yang patuh, istri yang penurut dan ibu yang selalu baik-baik saja? Luka dalam diri yang berusaha kita tutupi nyatanya tidak pernah benar-benar menyembuhkan. Luka itu berubah seperti borok yang terus tertutupi seolah kita baik-baik saja. Buku ini mengajak semua perempuan untuk memasuki kembali dirinya, menyelidiki setiap luka yang tidak nampak dan menerimanya. Kekuatan membuka dan menerima luka ini pada akhirnya akan memunculkan kekuatan seperti halnya serigala betina. Setiap perempuan memiliki kekuatan serigala betina dalam dirinya.

Ester Lianawati sebagai penulis buku ini membagi sub bab dalam 3 bagian. Bagian pertama membahas mengenai psikologi feminisme yang nantinya berhubungan dengan terapi psikologi berbasis gender. Semua peran perempuan dan laki-laki tidak hanya berdasarkan fungsi biologis tetapi juga konstruksi sosial sehingga melupakan peran gender yang mensetarakan perempuan dan laki-laki. Bagian kedua tentang semesta yang tak terlihat yang menunjukkan bagaimana patriarki tidak hanya memberi dampak bagi laki-laki tapi juga perempuan. Sentuhan penulis dalam bab ini terasa lebih lembut karena ada pesan yang ditujukan bagi anak-anak perempuannya. Bagian ketiga yang dirasa membuat triggering karena membicarakan kekerasan terhadap perempuan. Pemulihan terhadap korban kekerasan membutuhkan waktu yang lama dan prosesnya panjang. Tidak semua perempuan bersedia melaporkan kekerasan karena banyak faktor dan keadaan semakin dipersulit dengan sistem dan masih sedikitnya psikolog yang mau mendengarkan tanpa menghakimi.

Ester dan bukunya adalah teman bercerita dan berbagi yang cocok digenggam oleh setiap perempuan.

3. Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam

Semua perempuan memiliki kemerdekaannya sendiri. Tidak ada tekanan, ancaman atau paksaan apapun. Perempuan yang menangis kepada bulan hitam mengisahkan Magi, seorang perempuan dari Sumba yang memperjuangkan merdekanya di tengah tekanan adat dan keluarga. Magi sebagai seorang tenaga penyuluh pertanian yang baru saja pulang dari dinas mengalami penculikan yang mana merupakan bagian dari tradisi kawin tangkap. Perjalanan Magi tidak mudah karena ada adat dan keluarga yang memaksanya merelakan kemerdekaannya sebagai perempuan untuk menikah dengan laki-laki yang merupakan pelaku kekerasan di desanya. Perjuangan Magi semakin keras ketika keluarganya yaitu ayahnya ternyata menjualnya kepada laki-laki yang menculiknya tersebut. Tradisi kawin tangkap menggambarkan bagaimana perempuan alih-alih merasa bahagia, justru merasakan kekecewaan dan rasa sakit karena dipaksa mengikuti adat istiadat yang sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan saat ini.

Dian Purnomo sebagai penulis buku ini menggambarkan sosok Magi sebagai perempuan yang kuat, cerdas, mandiri dan harus hidup di lingkungan yang penuh dengan sistem patriarki. Perempuan hanya dianggap sebagai objek, bukan manusia seutuhnya. Suara perempuan dianggap tidak ada dan diwakilkan oleh laki-laki sebagai penentu keputusan. Rasa malu yang dirasakan keluarga Magi dianggap lebih penting daripada perasaan Magi. Padahal ada adat istiadat yang perlu dipertahankan, ada yang tidak perlu. Apalagi jika sudah tidak sesuai dengan zaman dan merugikan perempuan karena rawan terjadi eksploitasi. Perjuangan Magi dalam konflik ini memang berhasil tersampaikan dengan baik meskipun konflik yang diceritakan terasa menyesakkan.

4. Membunuh Hantu-Hantu Patriarki

Patriarki tidak hanya membunuh perempuan tapi juga laki-laki. Membayangkan hidup dan besar dalam keluarga yang berjiwa konservatif, menuntut setiap perempuan dan laki-laki untuk menjalani kehidupan sesuai sistem sosial tanpa memberikan kesempatan untuk merasa dan mengenali diri. Kumpulan esai yang ditulis dalam buku ini memang memberikan kesempatan pada setiap penulisnya untuk mengeluarkan pendapat mereka mengenai patriarki dan pengalaman perempuan yang dibabat habis oleh sistem.

Dea Safira lagi dan lagi meruntuhkan kesalahpahaman kita semua tentang patriarki dan feminisme. Paham yang selama ini kita anggap cenderung membenci laki-laki dan menentang pernikahan nyatanya merupakan paham yang menginginkan perempuan dan laki-laki setara dan diberikan kesempatan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat tanpa memandang jenis kelamin bahkan gender. Terdapat 3 bab dalam buku ini yaitu, pertama, pemikiran perempuan, menjadi bab pertama karena suara perempuan terlanjur dilemahkan dan hilang sehingga dunia hanya milik laki-laki, sedangkan perempuan sebagai makhluk hidup punya suara dan pendapat serta kesempatan yang sama dengan laki-laki. Keduanya memiliki kontribusi dalam kehidupan. Kedua, membangun cinta setara dimana hubungan yang dilandasi cinta tidak harus ditanggung oleh salah satu pihak saja tetapi kedua pihak memiliki kesempatan dan cara masing-masing. Ketiga, membunuh hantu-hantu patriarki, yang menggambarkan bagaimana patriarki ini hidup seperti hantu yang meneror perempuan dan laki-laki. Tak berwujud tapi nyata adanya. Hantu yang membuat perempuan terkesploitasi terus-menerus. Hantu yang kita semua lawan agar tidak membelenggu kehidupan perempuan dan laki-laki.

5. Muslimah yang Diperdebatkan

Muslimah yang baik itu seperti apa? Mengapa perempuan muslimah tidak boleh menyuarakan dirinya? Mengapa perempuan muslimah harus selalu tunduk, diam dan menurut? Pertanyaan yang hampir semua perempuan pernah menanyakan dalam hatinya bahkan disuarakan sebelum akhirnya terbungkam atau terjawab dengan sinis.

Kalis Mardiasih sebagai penulis buku ini memaparkan bahwasanya setiap perempuan bahkan muslimah sekalipun berhak menyuarakan pendapatnya dan menjadi kuat, mandiri, berdiri di atas suaranya sendiri tanpa kekangan. Seringkali suara perempuan diwakilkan kepada laki-laki seolah laki-laki menjalani semua pengalaman perempuan. Kenyataannya suara laki-laki hanya membungkam dan menenggelamkan potensi perempuan, entah karena status perempuan atau sekedar memenuhi ketidakmampuan laki-laki untuk bersaing secara sehat dengan perempuan.

Banyak orang melupakan bahwa setiap perempuan sudah dimuliakan oleh Tuhan tanpa harus menambal dengan embel-embel atribut agama. Sangat jarang kita mendengar dalil-dalil maupun ayat-ayat tentang perempuan didengeungkan kecuali dengan narasi yang memaksa perempuan untuk tunduk, diam, dan mengikuti laki-laki. Kealpaan bahwa perempuan bukanlah pengisi ketakutan laki-laki terhadap neraka melainkan rekan yang setara. Pada akhirnya, buku ini mengajak kita untuk membuka mata dan melihat realitas kehidupan secara lebih luas. Perempuan tidak sekedar objek yang memenuhi diri laki-laki yang kosong atau kurang. Mereka dalah makhluk yang lengkap dan sempurna.

Kalau dari kalian, rekomendasi buku yang mana yang sudah dibaca?

Penulis: Soraya HP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *