Awalnya Ir. Soekarno menolak ide Jusuf sebab proklamasi adalah momen sakral yang tidak dapat diulang.
Semboyan Soekarno yang terkenal adalah Jasmerah artinya jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Semboyan singkat tetapi memiliki makna yang mendalam.
Apalagi untuk generasi muda penerus bangsa yang wajib mengetahui sejarah dari tanah airnya sendiri. Mengulik tentang sejarah Indonesia memang begitu panjang.
Namun, jangan pernah bosan untuk belajar sejarah negeri kita tercinta. Indoisme kali ini ingin mengajak kalian untuk membahasa 6 fakta sejarah Indonesia yang belum banyak diketahui orang.
- Belanda Tidak Menjajah Indonesia 350 Tahun

Benarkah Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun? Pernyataan tersebut yang selalu guru kalian ajarkan selama sekolah.
Faktanya pernyataan ‘Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun’ adalah mitos. Sejarawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yerry Wirawan dalam wawancara bersama Kompas.com mengungkapkan apabila penyataan itu hanya upaya para pahlawan untuk menguatkan bangsa dan membakar semangat rakyat Indonesia supaya berjuang bersama melawan kolonialisme Belanda.
Prof. Mr.G.J.Resink dalam bukunya Bukam 350 Tahun Dijajah memberikan penyataan sebaliknya. Belanda membutuhkan waktu sekitar 300 tahun untuk menaklukkan wilayah nusantara yang sekarang dikenal dengan Indonesia.
Kilas balik ke belakang, kedatangan bangsa Belanda pertama kali di nusantara pada tahun 1592 dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Tujuan ekspedisinya saat itu bukan untuk menjajah melainkan ingin berdagang.
Kedatangan Cornelis de Houtman bersama rombongan juga tidak mewakili negara Belanda. Ketika kongsi dagang Hindia Timur yakni Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) tahun 1602 perannya hanya sebatas memonopoli perdagangan di nusantara saja.
VOC tidak menguasai wilayah nusantara sedikit pun. Saat VOC berdiri kekuasaan di nusantara masih dipegang penuh oleh kerajaan. Menurut ArsipIndonesia.com, usai dibubarkannya VOC sistemnya diganti oleh Belanda menjadi daerah otonomi dikenal dengan sebutan Hindia Belanda di bawah pimpinan Gubenur Jendral.
Baru sejak tahun 1800, Hindia Belanda berusaha memperluas kekuasaannya di nusantara melalui penjajahan. Pada rentang tahun 1800 sampai 1912 terjadi berbagai perlawanan untuk memerangi Hindia Belanda di nusantara.
Hingga tahun 1912, Belanda baru benar-benar menguasai seluruh wilayah nusantara sekarang dikenal Indonesia kecuali Timor Timur yang maish dipegang Portugis. Apabila dihitung dari awal VOC berdiri tahun 1602 ditambah 350 tahun, Indonesia seharusnya merdeka pada tahun 1952. Sementara, apabila dihitung dari berdirinya Hindia Belanda tahun 1800, Indonesia baru merdeka tahun 2150 (sekarang masih dijajah mungkin).
Nah, jika dihitung dari awla kedatangan bangsa Belanda tahun 1296, Indonesia baru merdeka seharusnya tahun 1946. Padahal Belanda sudah tidak menjajah pada tahun 1942 digantikan oleh Jepang selama 3,5 tahun samapai 1945 kemerdekaan Indonesia.
- Deandles Tidak Lakukan Kerja Rodi Jalan Anyer-Panarukan

Pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan tidak lepas dari tangan besi Herman Willem Daendels. Gubenur Jenderal Hindia Belanda yang menjabat hanya tiga tahun ini memang terkenal dengan kekejamannya.
Pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan sejauh 1.000 km disebut dilakukan Daendles dengan sistem kerja rodi. Namun, faktanya Daendles membayar upah pekerja pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan.
Sejarawan Universitas Indonesia, Djoko Marihandono mengungkapkan untuk membangun jalan dari Cisarua hingga Cirebon, Daendels menyediakan dana 30.000 ringgit dan sejumlah uang kertas untuk upah pekerja. Pemberian upah berdasarkan beratnya lokasi yang ditempuh. Selain upah, para pekerja juga diberikan beras dan garam.
Namun, upah yang disiapkan untuk pekerja tidak diberikan pejabat setempat alias dikorupsi. Jadi, dana dari pemerintah Hindia Belanda diberikan kepada para prefek (jabatan setingkat residen) kemudian diberikan kepada bupati.
Pemberian dana itu ada buktinya tetapi pemberian upah menggunakan dana tersebut dari bupati ke pekerja tidak ada pembuktiannya.
- Naskah Proklamasi Dibuang di Tempat Sampah

Teks proklamasi dibuat pada Jumat, 17 Agustus 1945 waktu dini hari. Perancangan teks proklamasi dilakukan di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Tiga tokoh yang membuat teks proklamasi adalah Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Paragraf pertama naskah proklamasi adalah ususlan dari Ahmad Soebardjo, sementara paragraf kedua usulan dari Muhammad Hatta.
Naskah yang masih rancangan ini ditulis tangan oleh Ir. Soekarno. Ketika naskah sudah jadi baru diketik dengan mesin ketik oleh Sayuti Melik.
Naskah asli proklamasi tulisan tangan sempat dibuang di keranjang sampah rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. Namun, wartawan bernama B.M. Diah menemukan naskah asli tersebut dan menyimpannya.
B.M. Diah menyimpan naskah asli proklamasi tulisan tangan Ir. Soekarno selama 46 tahun 9 bulan 19 hari. Pada tahun 1995 naskah asli proklamasi diserahkan ke Presiden Soeharto dan kini disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia.
- Pembacaan Teks Proklamasi Tidak Terekam

Pembacaan teks proklamasi oleh Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta ternyata hanya diabadikan dalam sebuah foto. Rekaman suara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang selama ini kita dengar tidak dilakukan pada 17 Agustus 1945.
Ketika momen proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, kita belum mempunyai teknologi canggih untuk merekam video atau suara. Rekaman pembacaan teks proklamasi baru dilakukan Ir. Soekarno pada tahun 1951 di studio Radio Republik Indonesia (RRI) di Jalan Merdeka Barat 4-5, Jakarta Pusat.
Ide rekaman ulang suara pembacaan teks proklamasi adalah gagasan dari Jusuf Ronodipuro. Ide rekaman suara pembacaan ulang teks proklamasi dilakukan spontan. Ketika itu, RRI baru saja membeli peralatan rekaman baru.
Jusuf Ronodipuro bertemu dengan Ir. Soekarno di Istana negara mengatakan idenya tersebut. Awalnya Ir. Soekarno menolak ide Jusuf sebab proklamasi adalah momen sakral yang tidak dapat diulang.
Namun, setelah mendengar cerita perjuangan Jusuf menyiarkan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 akhirnya Ir. Soekarno luluh. Ir. Soekarno bersedia merekam suara pembacaan teks proklamasi supaya bisa didengarkan seluaruh rakyat Indonesia hingga hari ini.
- Supersemar Ada 4 Versi

Supersemar singkatan dari Surat Perintah Sebelas Maret. Supersemar ternyata mempunyai empat versi yang berbeda.
Keempat versi Supersemar ini disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Faktanya keempat versi Supersemar tersebut tidak ada yang asli hingga sekarang keberadaannya yang orisinil masih dicari.
Melansir dari menpan.go.id, mantan Kepala ANRI M Asichin mengungkapkan empat versi Sipersemar itu berasal dari tiga instansi yakni Sekretariat Negara, Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat, dan Akademi Kebangsaan.
- Laksamana Muda Tadashi Maeda Disebut Penghianat Bagi Jepang

Nama Laksamana Muda Tadashi Maeda dikenal harum oleh bangsa Indonesia. Laksamana Maeda mempunyai peran yang besar dalam kemerdekaan Republik Indonesia.
Meskipun Laksamana Maeda merupakan warga Jepang namun ia sangat mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia. Laksamana Maeda meminjamkan rumahnya di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol nomor 1), Jakarta Pusat untuk tempat perumusan naskah proklamasi pada Jumat, 17 Agustus 1945 dini hari.
Dipilihnya rumah Laksamana Maeda untuk merumuskan proklamasi ketika itu Ahmad Soebardjo menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok ke Jakarta. Mereka behenti di rumah Laksamana Maeda yang dianggap aman untuk Soekarno-Hatta berada karena memiliki hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang.
Namun, usai Indonesia berhasil memerdekakan diri dari Jepang kisah manis bangsa ini bertolak belakang dengan kehidupan Laksamana Maeda. Jepang harus angkat kaki dari Republik Indonesia yang sudah merdeka.
Saat itulah karir politik dan militer Laksamana Maeda hancur. Laksamana Maeda selepas kemerdekaan Indonesia ditangkap oleh sekutu dan dimasukkan ke penjara sampai tahun 1947. Laksamana Maeda dianggap sebagai pengkhianat oleh Jepang karena membantu persiapan kemerdekaan Indonesia yang sewaktu itu berada di bawah kekuasaan negara matahari terbit.
Ketika pulang ke Jepang, Laksamana Maeda disidang oleh Makamah Militer tetapi dibebaskan sebab dinyatakan tidak bersalah. Selapas itu, ia memilih untuk memundurkan diri dari dunia politik dan militer. Laksamana Maeda melanjutkan hidup sebagai warga Jepang biasa.